Definisi Zakat
Menurut Bahasa (lughoh)
Dari asal kata
zakkaa - yuzakkii - tazkiyatan - zakaatan yang
berarti :
1.
Thoharoh (membersihkan, mensucikan)
Firman Allah Ta'ala:
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (QS. At-Taubah:103)
2.
Namaa' (tumbuh, berkembang)
Firman Allah Ta'ala:
"Allah memusnahkan ribaa' dan menyuburkan
sedekah" (QS. Al-Baqarah:276)
Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits Abu Rabsyah Al-An
Maary:
"Harta tidak akan berkurang dengan dishodaqohkan"
(HR. Tirmidzi, kitab
Az Zuhd jilid 4 hal. 487 no. 2325, kata Imam Tirmidzi:
"Hadits ini hasan shohih")
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani: "Tanaman itu telah Zakka, yakni
berkembang dan tumbuh" (
Fathul Baari, kitab zakat jilid 3 hal. 262)
3.
Al-Barokah
Firman Allah Ta'ala:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah
akan menggantinya" (QS. Saba' : 39)
Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits Abu Hurairoh
radhiallohu anhu: Allah Ta'ala berfirman dalam hadits qudsi:
"Hai anak
Adam berinfaklah niscaya Aku akan berinfak untukmu"
(HR. Bukhori no. 4684, Kitab Tafsir surat Hud 8 : 352; Muslim
no. 2305, Kitab Zakat 7:81)
4.
Al-Madh (Pujian)
Dalam hadits Abu Hurairoh tentang kisah Zainab Ummul Mukminin: " . . .
Bahwa Zainab namanya adalah
Barroh maka dikatakan 'dia memuji dirinya' maka
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menamainya
Zainab."
(HR. Muslim, Kitab Al Azab Juz 14, hal. 346 no. 5572)
5.
Amal Sholeh
Firman Allah Ta'ala:
"Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti
mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu...."
(QS. al-Kahfi 18:81). Imam
Al-Farro' mengatakan: arti 'yang lebih baik kesuciannya' adalah yang lebih baik
amal sholehnya. (lihat
An Nihayah karya Ibnu Al Atsir jilid 2 hal. 307;
Lisanul Arab karya Ibnul
Mandzur jilid 6 hal 64-65)
Menurut Hukum (Istilah Syara')
1. Pendapat Al-Hafidz Ibnu Hajar:
"Memberikan sebagian dari harta yang sejenis yang sudah sampai nashob
selama setahun dan diberikan kepada orang fakir dan semisalnya yang bukan dari
Bani Hasyim dan Bani Mutholib." (
Al-Fath 3:262)
2. Pendapat Ibnu Taimiyah:
"Memberikan bagian tertentu dari harta yang berkembang jika sudah sampai
nishob untuk keperluan tertentu." (
Mausu'ah Fiqh Ibnu Taimiyah 2 : 876;
Fatawa 25:8)
3. Pendapat Syaikh Abdullah Al-Bassaam:
"Hak wajib dari harta tertentu, untuk golongan tertentu pada waktu
tertentu." (
Taudhihul Ahkam 3:5)
Zakat Dalam Bahasa Al-Qur'an
Sedangkan Al-Qur'an Al-Karim telah menyebutkan tentang zakat dengan berbagai
ungkapan, terkadang dengan ungkapan
zakat,
shodaqoh,
infaq/nafaqoh dan
al-'afwu.
1.
Zakat
Ungkapan ini paling banyak disebutkan bahkan sering digabungkan dengan perintah
shalat sampai diulang dalam 82 ayat
(lihat Taudih al akham 3:5).
Firman Allah Ta'ala:
"Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukulah
beserta orang-orang yang ruku" (QS. Al Baqoroh : 43)
2.
Shodaqoh
Firman Allah Ta'ala:
"Ambillah shodaqoh (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu …"
(At Taubah : 103)
3.
Infaq/Nafaqoh
Firman Allah Ta'ala:
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (yakni
keluarkanlah zakatnya) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu." (QS. Al Baqoroh:267)
4.
Al-'Afwu
Firman Allah Ta'ala:
"Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: al-'afwu (yang lebih dari keperluan)" (QS. Al Baqoroh:219)
Hukum Menunaikan Zakat
Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan termasuk dari pondasi
Islam yang agung. Maka hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang telah
memenuhi persyaratan. Dasarnya adalah dari Al Qur'an, As Sunnah dan Ijma'.
Firman Allah Ta'ala:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama
yang lurus." (QS. Al-Bayyinah :5)
Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang
berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
hamba dan utusanNya, menegakkan sholat, menunaikan zakat, menunaikan haji ke
Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan."
(lihat Bukhari
Kitabul Iman 1:49 no. 8 dari hadits Ibnu Umar, Muslim,
Kitabul Iman
2:130 no. 113).
Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mengutus Muadz bin Jabbal
radhiyallahu 'anhu ke negeri Yaman:
"Terangkanlah kepada mereka bahwa Allah telah
mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang
kaya diantara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir dari mereka"
(HR. Muslim
Kitabul Iman 1:147 no. 121)
Adapun Ijma', maka kaum muslimin disetiap masa telah ijma' (sepakat) akan wajibnya zakat.
Juga para sahabat telah sepakat untuk memerangi orang-orang yang tidak mau
membayarnya dan menghalalkan darah dan harta mereka karena zakat termasuk dari
syi'ar Islam yang agung. (
al-Mughni, karya Ibnu Qudamah 4:5)
Syaikh Abdullah Albassam menerangkan (
Taudihul ahkam:3/12): "Para ulama berselisih kapan diwajibkannya zakat, akan tetapi pendapat yang
paling kuat adalah bahwa kewajiban zakat di tetapkan dalam tiga fase:
a. Zakat diwajibkan secara mutlak tidak ada batasan atau rincian akan tetapi
hanya perintah untuk memberi, memberi makan dan berbuat baik, ini berlangsung
ketika sebelum Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam hijrah. Allah berfirman:
"Pada harta-harta mereka ada hak tertentu untuk orang yang meminta dan yang
tidak meminta" (QS. adz-Dzariyat 51:19). Didalam
surat Fushilat Allah mengancam yang tidak mengeluarkan zakat:
"Orang-orang
yang tidak mengeluarkan zakat...." (QS 41:7). Dalam surat Al-Mudatsir Allah memasukkan
orang-orang yang tidak memberi makan orang miskin sebagai
al-mujrimun (orang-orang
yang berdosa):
"... dan tidak memberi makan orang miskin". (QS.
Al-Mudatsir
: 44)
b. Tahun kedua Hijriyah diterangkanlah hukum zakat dengan rinci, diterangkan
harta yang wajib dizakati dan kadar nishabnya serta jumlah yang harus
dikeluarkan sebagai zakat.
c. Tahun kesembilan Hijriyah ketika manusia masuk Islam dengan berbondong-bondong
dan semakin luas daerah Islam Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim
petugas-petugas untuk mengambil zakat .
Hikmah Disyariatkannya Zakat
- Menguatkan rasa kasih sayang antara si kaya dengan si miskin. Hal ini
dikarenakan fitrahnya jiwa manusia adalah senang terhadap orang yang berbuat
kebaikan (berjasa kepadanya).
- Mensucikan dan membersihkan jiwa serta menjauhkan jiwa dari sifat kikir dan
bakhil.
- Membiasakan seorang muslim untuk memiliki sifat belas kasihan.
- Memperoleh keberkahan, tambahan dan ganti yang lebih baik dari Allah Ta'ala.
- Sebagai ibadah kepada Allah Ta'ala
(lihat Risalah Fi Zakat oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz).
Anjuran Menunaikan Zakat
Firman Allah Ta'ala:
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka" (QS. At Taubah : 103)
Ayat ini mengajarkan untuk mengambil sedekah dari hartanya kaum mu'minin, baik
itu shodaqoh yang ditentukan (zakat) ataupun yang tidak ditentukan (
tathowa)
demi untuk membersihkan mereka dari kotornya kebakhilan dan rakus. Juga
mensucikan mereka dari kehinaan dan kerendahan dari mengambil dan makan haknya
orang fakir. Dan juga untuk menumbuh kembangkan harta mereka dan mengangkatnya
dengan kebaikan dan keberkahan akhlak dan mu'amalah sampai mengantarkan mereka
menjadi orang yang berhak mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Firman Allah Ta'ala:
"Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian." (QS. Adz-Dzariyat : 19)
Dalam ayat ini Allah Ta'ala telah mengkhususkan sifat-sifat yang mulia dengan
berbuat baik. Dan kebaikan mereka nampak jelas dari menegakkan shalat malam,
memohon ampun di waktu malam dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah
sebagaimana kebaikan mereka yang nampak jelas dalam memberi dan menunaikan
haknya orang-orang fakir demi kasih sayang dan rohmah bagi mereka.
Firman Allah Ta'ala:
"(Yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi,
niscaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat." (QS. Al Hajj:41)
Allah telah menjanjikan dengan menunaikan zakat merupakan tujuan untuk bisa
tegak dan kokoh di muka bumi ini.
Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Tiga perkara yang aku bersumpah atas tiga perkara tersebut dan
menceritakan kepada kalian maka jagalah : Tidak akan berkurang harta yang
dishodaqohkan dan tidak seorang hamba dianiaya dengan satu kedholiman kemudian
dia bersabar (atas kedholiman) kecuali Allah akan menambahkan baginya dengan
kemuliaan. Dan tidaklah seorang hamba membuka pintu meminta-minta kecuali Allah
akan membaginya pintu kefakiran."
(Turmudzi
Kitab Az-Zuhd 4:487(2325) dari hadits Abi Habsyah)
Dari masih banyak hadits-hadits tentang anjuran untuk menunaikan zakat serta
keutamaan-keutamaannya.
Ancaman Bagi yang Tidak Menunaikan Zakat
Telah banyak dalil-dalil baik itu dari Al-Kitab ataupun As-Sunnah tentang
ancaman keras bagi orang yang bakhil dengan zakat dan enggan untuk
mengeluarkannya.
Firman Allah Ta'ala:
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat)
siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahanam
lalu dibakar dengannya dahi mereka lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka :"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri,
maka rasakanlah sekarang akibat dari apa yang kamu simpan itu" (QS. At Taubah : 34-35).
Firman Allah Ta'ala:
"Sekali-sekali janganlah orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dari karuniaNya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan
itu kelak akan dikalungkan di lehernya di hari kiamat." (QS. Ali Imron : 180)
Oleh karenanya harta yang tidak ditunaikan zakatnya maka itu termasuk harta
simpanan yang pemiliknya akan disiksa dengannya pada hari kiamat, sebagaimana
sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Tidaklah seseorang yang
memiliki emas atau perak kemudian tidak ditunaikan haknya, apabila datang hari
kiamat dibentangkan baginya batu-batu yang lebar dari neraka kemudian dia akan
dipanggang di atas batu-batu itu di dalam neraka jahannam kemudian disetrika
perut, dahi dan punggungnya. Setiap kali sudah dingin maka akan dikembalikan
seperti semula yang satu hari adalah sama dengan 50.000 tahun sampai diputuskan
perkaranya diantara manusia maka dia akan melihat jalannya, apakah ke surga atau
neraka."
(HR. Muslim Kitab Zakat 7:67 no. 2287 dari hadits Abu Hurairah)
Kemudian lanjutan hadits ini Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam
menyebutkan orang yang memiliki onta, sapi dan kambing yang tidak ditunaikan
zakatnya akan mengalami nasib yang sama pula dari siksa di hari kiamat.
Juga sabda Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain:
"Barang siapa yang Allah telah berikan harta kepadanya kemudian dia tidak
menunaikan zakatnya maka pada hari kiamat nanti hartanya akan berujud ular yang
botak yang mempunyai dua titik hitam diatas kepalanya yang mengalunginya
kemudian mengambil dengan kedua sisi mulutnya sambil berkata: "Aku adalah
simpananmu, aku adalah hartamu". Kemudian beliau membaca ayat:
"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang telah
Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya, menyangka bahwa kebakhilan itu baik
bagi mereka, sebenarnya bahwa kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka,
harta-harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak di hari
kiamat."
(HR. Bukhori
Kitab Zakat 3:268 no.1403 dari hadits abu Hurairah; Muslim
Kitab
Zakat 7:74 no. 2294)
Hukum bagi yang Orang Tidak Mau Bayar Zakat
Dalam hal ini ada beberapa kriteria dari orang-orang yang tidak mau membayar
zakat :
1. Seorang yang tidak mau membayar zakat tapi masih meyakini akan wajibnya.
Para ulama menghukumi bahwa pelakunya berdosa dan tidak mengeluarkannya dari
keislamannya. Kepada penguasa (hakim) agar memaksa pelakunya supaya mau membayar
zakat serta memberikan hukuman pelajaran kepadanya (
tahdzir). Dan mengambil hak
zakat dari orang tersebut sesuai dengan kewajibannya, tidak boleh lebih. Kecuali
pendapatnya Imam Ahmad dan Imam Syafi'i (pendapat lama) maka mengambilnya
separuh dari hartanya sebagai hukuman baginya. Sebagaimana hadits dari
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam: "… Dan barang siapa yang tidak
mau menunaikannya (zakat) maka kami akan mengambilnya dan separuh hartanya
adalah hak dari hak-hak wajib bagi Tuhan kami, tidak halal bagi keluarga
Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam darinya sedikitpun."
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i, Hakim, Baihaqi dari Bahz bin Hakim dari bapaknya
dari kakeknya).
Adapun Ibnu Taimiyah menghukumi orang yang seperti itu adalah kafir dalam
batinnya, walaupun secara dzahir tidak dikafirkan, akan tetapi disikapi seperti
sikapnya orang-orang murtad yang diberi kesempatan bertaubat tiga kali, kalau
tidak mau bertaubat maka hukumnya dibunuh.
(lihat
Fatawa 7:611,
Mausu'ah Fiqh Ibnu Taimiyah 2:877;
al-Mughni
4:67; majalah
Buhuts Islamiyah Darul Ifta' edisi 58 tahun 1420H hal. 11;
Fiqh Sunnah 1:403)
2. Kalau yang tidak mau membayar zakat itu sekelompok orang yang mereka memiliki
kekuatan tapi masih
berkeyakinan akan wajibnya.
Para ulama menghukumi agar diperangi sampai mereka mau membayar zakat
sebagaimana kisahnya Abu Bakar Ash-Shiddiq
radhiyallahu 'anhu dalam memerangi orang-orang yang
tidak mau membayar zakat. (HR. Jama'ah dari Abu Hurairah).
Juga haditsnya Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia supaya mereka
bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan (bersaksi)
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka menegakkan sholat dan menunaikan
zakat, maka kalau mereka telah mengerjakannya terjagalah dari darah dan harta
mereka kecuali haknya Islam dan hisab mereka di sisi Allah."
(HR. Bukhari & Muslim)
3. Tidak mau membayar zakat dengan mengingkari akan wajibnya.
Berkata Ibnu Qudamah:
"Barang siapa yang mengingkari karena jahil (tidak
tahu) atau dia termasuk orang yang tidak tahu karena baru masuk Islam atau dia
tinggal di daerah terpencil yang jauh dari daerah yang mengetahui akan wajibnya
maka tidak dikafirkan. Adapun kalau dia seorang muslim yang tinggal di negeri
Islam di tengah-tengah ahli ilmu maka hukumnya murtad." (
al-Mughni 4:6-7)
Zakat Maal
Zakat maal (harta) adalah untuk mensucikan harta dari hal-hal yang haram (harta
haram) dan menjaga harta dari haknya orang-orang fakir dan yang lainnya.
Firman Allah Ta'ala:
"Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk kemudian kamu nafkahkan
dari padanya padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
terpuji." (Al-Baqarah : 267)
Syarat-syarat yang Wajib Mengeluarkan Zakat
1. Muslim. Karena zakat merupakan salah satu rukun Islam maka tidak diwajibkan kepada orang
kafir.
Firman Allah Ta'ala:
"Dan kami hadapi segala amal yang mereka (orang-orang kafir) kerjakan lalu kami jadikan amal
itu (bagaikan) debu yang beterbangan."
(Al-Furqon : 23)
Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Muadz
radhiyallahu
'anhu sewaktu
mengutusnya ke negeri Yaman:
"Beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shodaqoh
dari "harta mereka" yang diambil dari orang-orang kaya dari mereka dan
diberikan kepada orang-orang fakir dari mereka."
(HR. Bukhari, Kitab Zakat 3:261 no. 1395 dari hadits Ibnu Abbas
radhiyallahu
'anhu)
2. Merdeka. Zakat tidak diwajibkan kepada budak dan hamba sahaya karena hartanya adalah
milik tuannya maka tuannyalah yang menzakatinya.
3. Dewasa (baligh). Zakat hanya diwajibkan kepada orang dewasa tidak kepada anak-anak yang belum
baligh. Akan tetapi jika anak-anak itu memiliki harta yang sudah sampai nishob
dan satu tahun maka walinya atau orang yang mengurusinya wajib untuk
mengeluarkan zakat dengan niat untuk mereka. Hal ini karena keumuman hadits
Muadz di atas
(lihat
Risalah Zakat oleh Syaikh bin Baz hal 13-14).
4. Berakal. Orang yang tidak berakal kedudukannya sama dengan anak-anak, maka walinya yang
dibebani untuk membayar zakat (lihat
Risalah Zakat oleh Syaikh bin Baz hal 13-14).
Syarat-syarat Harta yang Wajib Dizakati
1. Milik Penuh (
al-Milhuttaan)
Yaitu harta tersebut berada dalam pengawasan dan kekuasaan secara khusus dimana
pemiliknya berkuasa untuk mengusahakan dan mengambil manfaat daripadanya. Oleh
karenanya tidak diwajibkan atas zakat yang diwaqafkan ke pihak masyarakat umum,
harta yang dicuri, harta yang dirampas sampai bisa kembali ke tangannya, harta
yang dibelinya tapi belum mampu mengambilnya dari penjual, juga harta mukatabah
yakni harta budak yang mau membeli dirinya karena seorang Mukatab mampu untuk
mengurusi dirinya
(lihat majalah
Buhuts hal. 13).
Maka barang siapa yang memiliki harta dalam kepemilikan penuh maka wajib atasnya
zakat. Kepemilikan itu bisa berupa hasil usahanya, sewaan, pemberian negara,
pinjaman atau waqaf untuk dirinya. (
Fatawa 25:52)
Harta yang ada dalam kekuasaan seseorang dan tidak diketahui pemiliknya secara
tertentu maka hukumnya adalah seperti milik penuh yang wajib dizakati. Seperti
harta yang ada di tangan para perampas. (
Fatawa 30:325)
2. Harta yang tercampur (
Khulatha)
Kalau harta milik masing-masing bisa dibedakan maka membayar zakat secara
masing-masing, akan tetapi kalau tidak bisa dibedakan maka membayar zakatnya
secara bersama-sama. (
Fatawa 25:38)
3. Harta Gabungan (
Syurokaa')
Maka zakatnya adalah wajib bagi yang bagiannya sudah sampai nishob. Seperti
dalam muzaro'ah misalkan, maka yang punya tanah wajib membayar zakat dari bagian
hasil tanamannya sebagaimana yang mengerjakannyapun wajib membayar zakat dari
bagiannya. (
Fatawa 25:23; 30:149)
4. Cukup Nishob
Nishob artinya: harta yang telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan
ketentuan syari'at. Maka harta yang belum mencapai jumlah tertentu tersebut
terbebas dari kewajiban membayar zakat. Dan As-Sunnah telah menjelaskan dan
merinci batas nishob dari macam harta yang ada.
Kalau memiliki berbagai macam harta yang terkumpul dalam satu jenis dan
masing-masing dari macam-macam harta itu belum sampai nishob maka untuk
menyempurnakan nishobnya adalah dengan menggabungkan macam-macam harta yang satu
jenis tersebut. Misalkan Wamh dengan sya'ir (jenis gandum), kerbau dengan sapi,
kambing kacang dengan biri-biri, dinar dengan dirham, mata uang dengan harta
perniagaan. (
Fatawa 25:13,15,24)
Tidak disyaratkan sampainya nishob di satu negeri saja, bahkan kalau nishobnya
ada di berbagai negeri maka wajib dizakati. Kalau hilangnya nishob sebelum
mengeluarkan zakat bukan karena keteledoran pemiliknya maka tidak wajib membayar
zakat.
Untuk menyempurnakan nishob harta
syuroka' (harta gabungan) tidak boleh digabung
bahkan wajib membayar zakat atas masing-masing yang berserikat kalau bagiannya
sudah sampai nishob kalau bagiannya belum sampai nishob maka tidak wajib zakat.
(
Fatawa : 23).
5. Berkembang (
namaa')
Zakat hanya diwajibkan pada harta yang berkembang yakni bisa bertambah dengan
diusahakan. Dan harta yang berkembang ini dibagi menjadi dua macam:
1. Yang berkembang dengan sendirinya seperti binatang ternak dan
tanaman
2. Yang berkembang dengan berubah dzatnya dan diusahakan seperti
mata uang yang berkembang dengan diniagakan dan yang semisalnya. (
Fatawa 25:8).
Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata: "Al-Wazir berkata: "Telah ijma'
para ulama bahwa tidak ada zakat pada rumah yang ditempati, pakaian yang
digunakan, perabot rumah tangga, hamba sahaya, senjata yang biasa digunakan,
berdasarkan hadits yang terdapat falam shahihain:
"Tidak wajib atas seorang
muslim mengeluarkan zakat atas hamba dan kudanya". Saya katakan: "Ini
adalah contoh batasan zakat yakni harta itu tidak wajib dikeluarkan zakatnya
kecuali yang dipersiapkan untuk berkembang, adapun yang tetap yang tidak mungkin
berkembang karena hanya untuk digunakan pemiliknya tidaklah wajib zakat" (
Taudihul
ahkam:3/28)
6. Berlaku satu tahun (
haul)
Disyaratkan berlakunya satu tahun sudah mencapai nishob jika harta berupa mata
uang atau binatang ternak, dalam artian semua harta dihitung hasilnya kecuali
apa yang keluar dari bumi. Berdasarkan haditsnya Ibnu Umar
radhiyallahu
'anhuma bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barang siapa yang memanfaatkan
harta maka tidak ada zakat baginya sampai genap satu tahun pada
pemiliknya."
(HR. Tirmidzi,
Kitab zakat 3:26 no. 631)
Adapun yang keluar dari bumi seperti biji-bijian, buah-buahan maka zakatnya
ketika panen dan tidak disyari'atkan menunggu haul (satu tahun).
Firman Allah Ta'ala:
"Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya dengan membayar
zakatnya."
(Al An'aam : 14)
Maka barang siapa memiliki emas yang sudah sampai nishob dan telah berlalu
selama satu tahun maka wajib zakat. Jika memiliki harta yang belum sampai nishob
kemudian memiliki yang bisa menyempurnakan nishob maka haulnya dimulai dari
memiliki harta yang menyempurnakan nishob. Jika sampai nishob kemudian beruntung
maka keuntungannya itu dihitung dengan modal dasarnya, tidak perlu dengan haul
yang baru. Jika modal dasarnya tidak sampai nishob kemudian ketika genap satu
tahun (haul) mencapai nishob dengan keuntungannya maka menurut pendapatnya Imam
Malik wajib untuk dizakati.
Perlu diketahui bahwa
haul (satu tahun) disini adalah tahun qamariyah (hijriyah) sebagaimana
dijelaskan oleh Imam Nawawi.
Masalah: Boleh membayar zakat sebelum waktunya, kalau ada sebabnya.
Misalkan memiliki nishob dan membayar zakat sebelum berlalu satu tahun, membayar
zakat tanaman setelah tumbuh sebelum bijinya siap dipanen dan zakat buah-buahan
setelah tampak buahnya sebelum masak.
Jika ragu-ragu apakah sudah berlalu satu tahun (haul) atau belum, maka boleh
membayar zakat dan boleh menunggu sampai benar-benar yakin kalau sudah sampai
hasil. (
Fatawa 25 : 100).
Masalah ini (bolehnya menyegerakan pengeluaran zakat) bedasarkan satu riwayat:
Dari Ali
radiyallahu'anhu bahwasanya Abbas bin Abdul Muthalib minta ijin untuk
menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum datang haul maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam
memberinya
keringanan untuk melakukannya"
(HR Tirmidzi dan Hakim dan dihasankan oleh syaikh Albani).
Jika mengganti nishab satu jenis harta dengan harta yang lain ditengah-tengah
hitungan haul, maka tidak memutus (memotong) hitungan haul tersebut, menurut
salah satu pendapat ulama. Contohnya kalau membeli dengan mata uang senishab
dengan senishab dari binatang ternak, sementara nishab yang pertama (mata uang)
belum genap hasilnya, maka hitungan haul binatang ternak didasarkan pada haul
mata uang. (
Fatawa 25 : 39)
Masalah: Apakah zakat maal hanya diberikan di bulan ramadhan saja atau apakah
telah ditetapkan waktunya, karena kebanyakan orang kebiasaannya mengeluarkan
zakat maal dibulan ramadhan
Syaikh Muqbil menyatakan ketika menjawab masalah yang hampir sama dengan ini (Ijabatus Sail:121):
Allah Ta'ala berfirman:
"Keluarkanlah haqnya (zakatnya) ketika hari panen" (QS al-An'am :
141).
Ketika tanaman di panen maka wajib ketika itu mengeluarkan zakatnya. Demikian
juga emas dan perak yang telah sampai haulnya, jika haulnya bertepatan dengan
bulan Ramadhan disalurkan ketika itu tapi jika datangnya haul tidak bulan
Ramadhan dikeluarkan ketika itu juga (jangan menunggu bulan Ramadhan-pent).
Telah diterangkan bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu hari
pernah terburu-buru masuk kerumahnya ketika selesai shalat ketika keluar beliau
melihat para shahabatnya sedang terheran-heran maka beliau bersabda:
"Aku
meninggalkan sepotong emas dirumah" . . .
Seyogyanya bagi seorang muslim bersegera menunaikan zakatnya karena mungkin saja
datang kepadanya kematian, atau akan tergambarkan berniat jelek, atau tertimpa
kebangkrutan, Demikianlah, maka harus lah ia bersegera mengeluarkan zakat
secepat-cepatnya karena mungki orang fakir sedang membutuhkannya maka (kita
tegaskan kembali
-pent) waktu mengeluarkan zakat adalah ketika sudah datang haul
atau waktu panen.
Seyogyanya juga memilih orang yang dianggap bisa bermanfaat bagi Islam dan
muslimin seperti para penuntut ilmu syar'i. Ada seorang yang baik mencari-cari
para penuntut ilmu syar'i, mereka memang membutuhkan. Maka hendaklah cari para
penuntut ilmu syar'i. Aku kenal beberapa orang yang telah selesai dari belajar
mereka dan Insya Allah pahalanya besar tidak akan terputus dan tidak akan
disia-siakan Allah.
Hendaknya mencari para penuntut ilmu syar'i dan mendorong mereka untuk tenang
dalam menuntut ilmu.
Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat
Mustahiq zakat ada delapan golongan, Allah membatasinya dalam ayat:
"Sesungguhnya zakat itu bagi orang-orang fakir miskin dan mengurusinya
serta orang yang sedang ditundukkan hatinya, budak-budak orang yang punya hutang
dan yang yang berjuang dijalan Allah serta ibnu sabil kewajiban dari Allah dan
Allah Maha Tahu dan Bijaksana." (QS. at-Taubah : 60)
Adapun rincian mereka ini adalah sebagai berikut:
1. Fakir, dan
2. Miskin
Mereka adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu yang mencukupi mereka. Ukuran
orang itu cukup adalah ukuran yang lebih dari kebutuhan pokoknya bersama istri
dan anaknya berupa makan, minum, pakaian, tempat tidur dan perkara primer
lainnya.
Barang siapa yang tidak bisa mencukupi ukuran ini maka ia adalah
faqir, dalam
hadits Muadz:
"(Zakat) diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang
faqir", hadits ini menerangkan yang diambil zakatnya adalah orang kaya
yakni yang memiliki harta sampai nishab zakat, adapun orang yang diberi adalah
orang faqir yaitu yang tidak memiliki harta semisal orang kaya.
Tidak ada perbedaan antara faqir dan miskin dalam masalah kebutuhan dan
kemiskinan serta dari sisi berhak menerima zakat.
Kadar harta yang disalurkan kepada faqir dan miskin. Diantara tujuan disyariatkannya zakat adalah mencukupi orang faqir dan memenuhi
kebutuhannya, maka keduanya diberi harta zakat (shadaqah) sekadar mengeluarkan
dia dari kefaqiran menjadi cukup.
3. Amil zakat (pengurus zakat)
Mereka adalah yang diangkat oleh imam atau naibnya, untuk mengumpullkan zakat
dari orang-orang kaya, mereka pengambil zakat dan termasuk ini juga para
penjaganya.
Mereka wajib orang Islam dan bukan yang diharamkan menerima shadaqah dari
keluarga Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam yakni Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
Dari Abu Said Alkhudri
radihiallahu'anhu bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Tidak halal shadaqah itu bagi orang kaya kecuali orang
kaya yang menjadi amil zakat, atau membelinya dari orang miskin, atau ikut
berperang dijalan Allah atau diberi hadiah oleh seorang miskin yang mendapat
bagian shadaqah"
4. Orang-orang yang sedang dilunakkan hatinya (Muallaf)
Mereka adalah orang-orang yang diinginkan tunduk hatinya menerima Islam atau
memantapkan hatinya di atas Islam karena lemahnya iman dia atau mencegah
kerusakannya terhadap muslimin dan mengharapkan bantuan darinya membela
muslimin.
Mualaf itu ada dua golongan: dari kalangan muslimin dan kafir.
Mualaf dari kalangan muslimin ada empat macam:
- Tokoh-tokoh muslimin, seperti perbuatan Abu Bakar
ra. yang memberi bagian kepada Adhi bin Hatim serta Zibarqon bin Badar
padahal keduanya adalah
bagus keislamannya. Hal itu karena keduanya adalah pemimpin dikaumnya
masing-masing.
- Pemimpin-pemimpin yang lemah imannya dari
kalangan muslimin, yang ditaati kaumnya diberi bagian dengan harapan
semakin kokoh keislaman dan
keimanannya serta membantu dalam jihad seperti orang-orang yang
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
beri
bagian ketika pembagian ghanimah perang hawazin. Mereka adalah orang-orang yang
bebas dari penduduk mekah dan masuk Islam diantara mereka ada munafiq, yang
lemah imannya setelah pembagian ghanimah itu sebagian besar mereka mantap dan
bagus keislamannya.
- Kaum muslimin yang tinggal diperbatasan daerah muslimin dengan daerah musuh diharapkan pembelaan mereka.
- Orang-orang yang diperbantukan pemerintah untuk mengambil zakat dengan paksa dari orang yang tidak mau mengeluarkannya
Adapun muallaf dari kalangan kafir adalah orang yang diharapkan keimanannya,
seperti Shafwan bin Umayah yang diberi keimanan oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam
dan membiarkannya selama empat bulan untuk melihat urusannya
supaya ia memilih untuk dirinya. Ia pernah hadir dan ikut perang Hunain sebelum
Islamnya dan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam meminjam pedangnya ketika menuju
perang Hunain, Nabi memberinya seratus onta yang gemuk yang ada di lembah,
beliau berkata:
"Ini adalah pemberian orang yang tidak takut faqir'.' Dia
berkata: "Demi Allah dia Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam telah
memberiku, sungguh ia dahulu adalah orang yang paling aku benci hingga terus menerus ia
memberiku sampai menjadi orang yang paling aku cintai.''
5. Budak (Hamba sahaya)
Mencakup juga
mukatib (yang mempunyai perjanjian damai dengan tuannya setelah
membayar dirinya), mukatib ditolong untuk membebaskan dirinya dengan uang zakat
(shadaqah).
Dari Abu Hurairah, Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tiga
golongan haq atas Allah untuk menolongnya: mujahid yang berperang di jalan
Allah, mukatib yang ingin menunaikan perjanjiannya, orang yang menikah
mengharapkan menjaga kehormatannya."
6. Gharimun
Yaitu mereka yang menanggung hutang dan tidak mampu membayarnya.
7. Orang yang berjihad dijalan Allah
Jumhur ulama menyatakan maksudnya adalah orang-orang yang sedang berjihad,
mereka yakni para mujahidin mendapatkan bagian zakat, kaya ataupun miskin. Dalam satu riwayat:
"Zakat tidak halal bagi orang yang kaya kecuali orang kaya yang ikut
berjihad dijalan Allah.''
Keutamaan-keutamaan berinfak di jalan Allah
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barang siapa yang berinfaq di jalan Allah akan dicatat baginya tujuh ratus
lipat"
"Barang siapa yang membantu persiapan oarang yang berjihad maka ia telah
berjihad, barang siapa yang mengurusi keuarga muahidin dengan baik maka ia telah
berjihad"
"Shadaqah yang paling afdhal adalah memberi naungan bagi yang sedang
berjihad, memberi pembantu untuk membantu mujahidin serta meminjamkan onta
pejantan"
8. Ibnu Sabil
Para ulama telah sepakat bahwa seorang yang terputus perjalanan dari ngerinya
diberi bagian shadaqah (zakat), untuk membantu mewujudkan tujuannya. Para ulama
mensyaratkan safarnya adalah untuk untuk ketaatan bukan untuk maksiat.
Masalah : Bolehkah memberikan zakat kepada satu golongan mustahik saja?
Berkata pengarang
Raudun Nadiyah: "Adapun memberikan (menyalurkan) zakat kepada
satu gongan mustahiq saja merupakan masalah yang paling pantas untuk dibahas."
"Kesimpulannya: Bahwasanya Allah Subhanahu waTa'ala telah mentapkan zakat itu
khusus untuk delapan golongan, tidak boleh diberikan kepada selain mereka.
Pengkhususan bagi mereka itu tidak mengharuskan untuk membagi hasil zakat kepada
semua golongan mustahiq sama rata…"
Beliau menyatakan juga: "....kalau seseorang wajib bayar zakat dan ia
mengeluarkannya untuk semua golongan mustahiq maka ia telah menjalankan perintah
Allah.''
Orang-orang yang Diharamkan Menerima Zakat
Setelah kita ketahui mustahiq (penerima zakat/shadaqah) yang telah ditetapkan
Allah, sekarang akan kita sebutkan orang-orang yang tidak boleh menerima zakat
dan tidak boleh menerimanya, mereka adalah:
1. Orang-orang kafir dan mulhid.
Dalam hadits Muadz:
"(Zakat) itu diambil dari
orang kaya mereka dan di bagikan kepada orang miskinnya" yakni: diambil
dari orang kaya muslimin dan diberikan kepada orang faqir yang muslim.
Ibnul Mundzir berkata: "Telah ijma' ahlul ilmu yang kami hafal ilmunya
bahwa seorang
kafir dzimmi tidak diberi zakat maal sedikitpun."
2. Bani Hasyim
Yang dimaksud disini adalah keluarga Ali bin Abi Thalib,
keluarga 'Aqil, keluarga Ja'far, keluarga Abbas serta keluarga Harits.
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya shadaqah itu
tidak pantas untuk keluarga Muhammad, karena itu adalah kotoran harta
manusia."
Hasan (cucu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam)
radiallahu 'anhu
mengambil korma shadaqah, maka Nabi
shallallahu 'alaihi
wa sallam berkata:
"Kuh, kuh (supaya Hasan membuangnya),
Tidakkah kau tahu
bahwa kita tidak memakan shadaqah." (
Muttafaq alaih)
3. Bapak dan anak-anak sendiri
Telah sepakat fuqaha bahwasanya tiddak boleh memberikan zakat kepada bapak,
kakek, ibu, nenek, anak, cucu, karena orang yang berzakat itu memang wajib
menafkahi bapaknya, anaknya, kalaupun mereka faqir mereka tetap kaya karena
anaknya, bapaknya atau cucunya kaya. Maka jika zakat disalurkan kepada mereka
berarti telah mengambil manfaat sendiri dan tidak mengeluarkan zakat.
4. Istri
Para ulama telah ijma' bahwa seseorang tidak boleh memberikan zakat kepada
istrinya, hal ini dikarenakan dia wajib menafkahi istrinya, sehingga tidak butuh
lagi zakat, seperti dua orang tua, kecuali kalau dia terlilit hutang maka diberi
dari bagian gharimin untuk melunasi utangnya.