Thursday, October 15, 2009

Syeikh Abdul Qadir al-Jilany


“Ingatlah, sesungguh-nya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Terlepas , yangtdari pro dan kontra mengenai sosok Syaikh Abdul Qadir al-Jilani  jelas ketokohan beliau dalam bidang Thariqah dan Tasawuf sangat masyhur, khususnya di negara kita. Hal itu bisa dibuktikan dengan menyebarnya thariqat beliau di seantero nusantara dan negera-negara lain di belahan bumi ini.

Di Indonesia saja, manaqib beliau sangat terkenal dan dibaca di mana-mana oleh semua lapisan masyarakat, baik kalangan pejabat sipil, militer maupun rakyat biasa. Itu semua dapat kita jumpai ketika berlangsung acara-acara majlis dzikir, haul maupun majlis-majlis yang lain. Salah satunya yang terbesar adalah haul yang di selenggarakan oleh Jama’ah Al Khidmah di Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah Surabaya, yang tidak kurang dihadiri oleh tiga ratus ribu orang. Semua itu pada hakekatnya adalah bukti yang menunjukkan beliau yang amat tinggi di sisi Allah  memuliakan dan mengharumkan nama beliau. Walaupun beliau sudah tidak ada semenjak 867 tahun yang lalu.

Ketokohan beliau sangat masyhur dikalangan ahli thariqat. Di luar kalangan ahli thariqat pun nama beliau sangat harum. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang terkenal kritis terhadap para ahli tasawuf dalam beberapa fatwanya . Beliau menyanjung dan memuji Syaikh Abdul Qadir al-Jilani  menyebutkan, bahwa karomah-karomah yang dimiliki oleh Syaikh Abdul  dinukil secara mutawatir . Beliau Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah sangat memuji Syaikh Abdul Qadir  tidak pernah diungkap orang lain atau diungkapkan kepada orang lain, kecuali hanya sedikit. Beliau selalu menyertakan kata-kata  mensucikan ruhaninya) qadda-sallahu sirrahu (mudah-mudahan Allah  . Bahkan, beliau setiap kali menyebut nama Syaikh Abdul Qadir  rahimahullah menulis sebuah artikel dalam fatwa-fatwanya yang mencakup terhadap penjelasan dan pengarahan terhadap sebagian kalimat dan makna yang terdapat dalam kitab Futuh al-Ghaib karya Syaikh Abdul Qadir .al-Jilani 
 
Nama beliau adalah Abu Sholih Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah bin Yahya al-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa al-Jun bin Abdullah al-Mahdi bin Hasan al-Mutsana bin al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib
Beliau dilahirkan di Jailan. iaitu negeri terpencil di belakang Thabrastan, yang di kenal dengan Kail atau Kailan.Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat ketika menisbatkan nama beliau kepada tanah kelahirannya.

Sebagian ada yang menisbatkan wilayah Jilan ini menjadi Jili. Sebahagian menisbatkannya menjadi Jilani (dan ini yang kami pakai karena penisbatan Jilani lebih masyhur dan terkenal dikalangan rakyat Indonesia). Sebagian yang lain lagi menisbatkannya ke daerah Kailan menjadi Kailani. Sebagian orang yang menisbatkan beliau kepada Jilani mempunyai alasan karena beliau dilahirkan disana. Akan tetapi sebagian yang lain mengatakan bahwa penisbatannya kepada Jilani adalah  kedudukannya karena Allah telah memberikan kepada Syaikh Abdul Qadir  yang sangat tinggi disisi-Nya sejak beliau berada di dalam kandungan ibunya (Innallaha tajalla ‘alaihi wahuwa fi bathni ummihi). Beliau pernah ditanya kapan engkau mulai menjadi waliyullah?

Beliau menjawab: “Sejak kanak-kanak, karena aku mendengar suara dari langit:

 ‘Ya Waliyallah lakukanlah seperti ini dan tinggalkanlah perkara ini.’.”

Bahkan termasuk karomah beliau adalah sewaktu bayi ketika bulan Ramadhan beliau tidak pernah menetek kepada ibunya. Hal itu menjadi pedoman bagi penduduk Bagdad untuk menentukan awal bulan Ramadhan dan juga hari raya. Suatu hari mereka bertanya kepada ibunda Syaikh Abdul , apakah beliau siang itu menetek atau tidak.

 Ketika beliau dan syeikh abdul Qadir  tidak menetek maka bulan Ramadhan telah masuk dan apabila di siang hari -pada bulan Ramadhan- beliau menetek pada ibunya maka itu menandakan bahwa hari raya telah tiba.

Beliau dilahirkan pada tahun 471 Hijri sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh Imam al-Dzahabi dalam Siyar A’laam al-Nubala. Riwayat lain mengatakan bahwa beliau lahir pada  dalam tahun 470 Hijr sebagaimana keterangan Imam al-Sya’roni  Thabaqaat Al Kubro dan juga keterangan dari beliau sendiri tentang kelahirannya.

Beliau berkata:
“Saya tidak mengetahui secara pasti, tetapi saya datang ke bagdad pada tahun ketika al-Tamimi masih hidup dan usia saya pada saat itu delapan belas tahun.” .

Al-Tamimi adalah ayah Muhammad Izzatullah bin Abdul Wahhab bin Abdul Azis bin al-Harits bin Asad yang meninggal pada tahun 488 Hijriyah. Beliau wafat pada malam Sabtu ba’da maghrib tanggal delapan Rabiul Akhir tahun 561 Hijr dan jenazahnya dimakam-kan dimadrasahnya setelah disaksikan oleh manusia yang tak terhitung jumlahnya.
 
Beliau adalah ulama yang sangat harum namanya, berahlak mulia, selalu berada di antara orang-orang kecil dan para hamba sahaya untuk menlayani mereka. Beliau senantiasa bergaul dengan orang-orang miskin sembari membantu membersihkan pakaian mereka. Beliau sama sekali tidak pernah mendekati para pembesar atau para pembantu negara. Juga sama sekali tidak pernah mendekati rumah seorang menteri atau raja.

Oleh karena itu tidak heran jika para ulama banyak memberikan gelaran padanya. Diantara gelaran yang  diberikan kepada Syaikh Abdul Qadir  , seraya berkata:

“Beliau adalah Imam pengikuttoleh Imam al-Sam’aani   jugatmadzhab Hambali dan guru mereka pada masanya.” Imam al-Dzahabi  memberinya gelar sebagai Syaikhul Islam ketika menulis biografinya dalan kitabnya Siyar A’lam al-Nubala. Disamping gelar-gelar diatas masih banyak gelar-gelar yang diberikan oleh para ulama baik dari kalangan Hanabilah maupun Syafi’iyah yang tidak akan dipaparkan dalam tulisan ini.

.tPemikiran Tasawuf Syaikh Abdul Qadir Al Jilani
Syaikh  dalam kitabnya, al-Ghunyah li Tholib al-ThoriqtAbdul Qadir al-Jilani  al-Haq mendefinisikan tasawuf sebagai pembenaran (percaya) kepada yang . DariIHaq (Allah ) dan berperilaku baik terhadap sesama hamba Allah  definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa aspek tasawuf bersandar pada dua hal:

1) Hubungan seorang hamba kepada Sang Kholiq dengan cara bersungguh-sungguh dalam me-ntaati segala perintah-Nya dan bersungguh-sungguh dalam usaha menjauhi larangan-Nya.

2) Hubungan seorang hamba dengan hamba yang lain dengan cara berperilaku yang baik  bersabda:

“Bergaullah denganrdan berahlak yang terpuji. Rasulullah  manusia dengan perilaku yang terpuji.” .

Selain definisi di atas, beliau dalam kitabnya yang lain menjelaskan bahwa tasawuf adalah: , mentaati-Nya, menerapkan syariat-Nya secara bertakwa kepada Allah  dhohir, menyelamatkan hati, membaguskan wajah, melakukan dakwah, mencegah penganiayaan, sabar menerima penganiayaan dan kefaqiran, menjaga kehor-matan para guru, bersikap baik dengan saudara, menasehati orang kecil dan besar, meniggalkan permusuhan, bersikap lembut, melaksanakan fadlilah, menghin-dari menyimpan harta benda, menghindari persahabatan dengan orang yang tidak setingkat dan tolong-menolong dalam urusan agama dan dunia.” .

 Definisi ini mencakup beberapa hal, , dengan cara menaatinya denganIiaitu:
1) Takwa kepada Allah  menerapakan syariat-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
2) Melatih, mendidik dan menyucikan jiwa untuk senantiasa berakhlak dengan sifat-sifat yang terpuji.
3) Menghargai orang lain dalam pergaulan sehari-hari dengan cara memberikan hak-haknya yang sesuai dan proporsional. Selain aspek-aspek di atas beliau juga menjelaskan bahwa tasawuf dibangun atas delapan dasar, yaitu: dermawan, ridha, sabar, isyarah, mengasingkan diri, tasawuf, bepergian, dan kefakiran.

Kemudian  mendefinisikan Muta-shawif sebagai orang yang bersama Syaikh Abdul Qadir  membebani dirinya untuk menjadi seorang sufi dan dia berupaya dengan sungguh-sungguh untuk bisa menjadi seorang sufi. Dia berupaya dan menempuh jalan satu kaum dan mengambilnya sebagai jalan suluk (menuju ). Sedangkan Sufi sendiri menurut Syaikh Abdul Qadir  adalah orang yang telah merealisasikan makna-makna tasawuf, sehinggat dia berhak untuk disebut sebagai seorang sufi.

Dalam Ghunyah-nya beliau berkata: “Sufi diambil dari kata al mushafaat, yaitu seorang hamba yang . Atau orang yang suci dari penyakit jiwa,Itelah disucikan oleh Allah  bersih dari sifat-sifat tercela, menempuh jalan yang terpuji, mengikuti hakekat dan tidak tunduk pada seorang makhluk.” . Lebih lanjut Syaikh  mengatakan bahwa sufi adalah orang yang batin dant  rdhohirnya bersih mengikuti al-Qur’an al-Karim dan Sunah Rasul-Nya

Corak Pemikiran Tasawuf Syaikh Abdul Qadir Al Jilani
Syeikh  telah menggambarkan secara lengkap tentangtAbdul Qadir al-Jilani  tasawuf yang memadukan antara ilmu syariat -yang didasarkaan pada  dengan penerapan praktis dan al-Qur’anul-Karim dan Sunnah Rasul  keharusan untuk berpegang kepada syariat. Oleh karenanya tasawuf yang  jauh dari paham-paham yangtdirumuskan oleh Syaikh Abdul Qadir  mengatakan, bahwa setelah seseorang mencapai tingkat hakekat, maka sudah tidak dibutuhkan lagi syariat. Lebih lanjut bahwa corak pemikiran  lebih condong kepada tasawuf Syaikh Abdul Qadir al-Jilani  .

Karena tasawuf  yang dirumuskan oleh Imam al-Ghazali  berprinsip untuk tidak mening-galkan aqidah dan syariat. Hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa Syaikh Abdul Qadir   yang wafat pada tahun 505 H. Sementara Iman Al Ghazali sampai di Baghdad pada tahun 488 H. Berarti Syeikh Abdul Qadir di Baghdad berada elama tujuh belas tahun dan hidup bersama Imam al-Ghazali . Maka sungguh mustahil jika beliau tidak pernah mendengar nama  yang sangat masyhur itu, atau tidak pernah bersama Iman al-Ghazali  malah sekali berguru kepadanya. Karena itulah, setelah beliau melihatnya di Baghdad, beliau ingin mengikut jejak kedudukan Imam al-Ghazali. Kemungkinan itu semakin kuat, bila kita melihat adanya  dengan metode keserupaan yang besar antara metode Imam al-Ghazali  dalam penulisan buku mereka, yaitu Al Syeikh Abdul Qadir al-Jilani  'Ihya’ dan Al Ghunyah'.

.Karya-karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
Syeikh  Abdul Qadir termasuk ulama yang selama masa hidupnya disibukkan dengan aspek pengajaran, pendidikan, perilaku dan ibadah, sehingga karya-karya beliau dalam bentuk tulisan tidak begitu banyak karena sebagian besar waktunya tersita untuk kegiatan-kegiatan diatas. Karya-karya beliau dalam bentuk tulisan diantaranya adalah:

1. Al-Ghunyah li Thalib Thariiq al-Haq fi al-Akhlaq wa al-Tashawuf wa al- Adab al-Islamiyah yang terdiri dari dua juz dan terbagi menjadi lima bagian:

a) Dalam fiqh dan macam-macam ibadah, seperti sholat, zakat, puasa, haji, etika dan dzikir.
b) Dalam akidah, masalah keimanan, tauhid, kenabian, tempat kembali dan ahli bid’ah dari kelompok-kelompok sesat.
c) Beberapa majlis yang berkaitan dengan al-Qur’an, doa-doa dan fadlilah-fadlilah sebagian bulan dan hari.
d) Rincian beberapa hukum fiqh yang berkaitan dengan puasa, sholat dan doa.
e) Tentang tashawuf, adab dalam pergaulan, etika para murid, beberapa ahwal dan maqamat.

2. Futuh al-Ghaib, yaitu kitab yang berisi tentang nasehat-nasehat

3. yang berguna, pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat yang berbicara tentang banyak permasalahan, seperti penjelasan tentang keadaan dunia, .Ikeadaan jiwa dan syahwatnya dan ketundukan kepada perintah Allah

4. Al-Fath al-Rabbani wa al-Faidl al-Rahmani, yaitu sebuah kitab yang mencakup wasiat, nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk di enam puluh dua majlis sejak tanggal 3-10-545 H sampai tanggal 6-7-546 H yang membahas tentang perma-salahan keimanan, keihlasan dan sebagainya.

Perjalanan hidup Syaikh Abdul Qadir al-Jilani biasa menjadi pegangan  bagi kita dalam mengarungi kehidupan yang fana ini dengan cara mengkhidmatkan diri kita untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Sehingga semua yang kita kerjakan hanya semata-mata mengharap ridlo Ilahi...amin.

By Perihatin                                                     

No comments:

CROWN D'RAJA PERTUBUHAN MQTK QuranSunnahIslam..

........free counters ..............................................................................“and I have come to you with a SIGN FROM YOUR LORD, so fear Allah and OBEY ME! Truly Allah is my Lord and your Lord. Therefore submit to HIM! This is A STRAIGHT PATH" (maryam 19:36)