Bapaknya Abu Nawas adalah Penghulu Kerajaan Baghdad bernama Maulana.Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas yang sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia.
Abu Nawas dipanggil ke istana. la diperintah Sultan (Raja) untuk menguburkan jenazah bapaknya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tatacara memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan mendo'akannya, maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya.
Abu Nawas dipanggil ke istana. la diperintah Sultan (Raja) untuk menguburkan jenazah bapaknya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tatacara memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan mendo'akannya, maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya.
Namun... demi mendengar rencana sang Sultan. Tiba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi gila. ditengah-tengah situasi upacara pemakaman bapaknya berlaku.
Abu Nawas mengambil batang sepotong batang pisang dan diperlakukannya seperti kuda, ia menunggang kuda dari batang pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya.
Orang yang melihat menjadi kehairanan dibuatnya. Pada hari yang lain dia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup ramai untuk pergi ke makam bapaknya. Dan di atas makam bapaknya itu ia mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.
Kini semua orang semakin hairan atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila karena ditinggal mati oleh bapaknya.
Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al Rasyid datang menemui Abu Nawas.
"Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk menghadap ke istana." kata wazir
utusan Sultan.
"Buat apa sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya."jawab Abu Nawas dengan entengnya seperti tanpa beban.
"Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu."
"Hai wazir, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil kudaku ini dan mandikan di sungai supaya bersih dan segar." kata Abu Nawas sambil menyodorkan sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan.
Si wazir hanya menggelengkan kepala melihat telatah Abu Nawas.
"Abu Nawas kenapa kamu tidak mahu menghadap Sultan?" kata wazir
"Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mahu." kata Abu Nawas.
"Apa maksudnya Abu Nawas?" tanya wazir dengan rasa penasaran. "Sudahlah pergi sana , beritahu saja begitu kepada rajamu." sergah Abu Nawas sambil mengaut debu dan dilempar ke arah si wazir dan teman-temannya.
Si wazir segera beredar dari halaman rumah Abu Nawas. Mereka kemudiannya melaporkan keadaan Abu Nawas yang seperti tak waras itu kepada Sultan Harun Al Rasyid.
Dengan geram Sultan berkata,
"Kalian bodoh semua, hanya dengan membawa Abu Nawas untuk menghadap kemari saja tak pun tidak boleh, pergike rumah Abu Nawas sekarang juga dan bawa dia kemari dengan suka rela ataupun paksaan."
Si wazir segera mengajak beberapa prajurit istana. Dan secara paksa Abu Nawas di hadirkan di hadapan raja. Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas berlagak pelik dan kalau dikirakan secara adaty tidaklah layaknya Abu nawas berada di hadapan seorang raja.
"Abu Nawas bersikaplah sopan!" tegur Baginda.
"Ya Baginda, tahukah Anda....?"
"Apa Abu Nawas...?"
"Baginda... terasi itu asalnya dari udang !"
"Kurang ajar kau menghinaku Nawas !"
"Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi?"
Baginda merasa dilecehkan, ia naik marah dan segera memberi perintah kepada para pengawalnya.
"Ajar dia ! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali"
Abu Nawas yang kurus kering itu akhirnya lemas dipukuli oleh askar-askar yang bertubuh sasa.
Selesai dipukuli, Abu Nawas kemudiannya disuruh keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbangkota , ia ditahan oleh penjaga.
"Hai Abu Nawas! Tempuh hari, ketika kau hendak masuk kekota ini kita telah mengadakan perjanjian. Masakan kau lupa pada janjimu itu? Jika engkau diberi hadiah oleh Baginda maka engkau berkata: Aku bagi dua; engkau satu bahagian dan aku satu bahagian. Nah, sekarang mana bahagianku itu?"
"Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah Baginda yang diberikan kepadaku tadi?"
Selesai dipukuli, Abu Nawas kemudiannya disuruh keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbang
"Hai Abu Nawas! Tempuh hari, ketika kau hendak masuk ke
"Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah Baginda yang diberikan kepadaku tadi?"
"lya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?"
"Baiklah, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bahagian!"
"Wan ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan sudah sering menerima hadiah dari Baginda."
Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar lalu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluhlima kali.Tentu saja orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila. Setelah selesai, Abu Nawas pun meninggalkannya begitu saja, dan dia terus melangkah pulang ke rumahnya.
Sementara itu, si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan Harun Al Rasyid.
"Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang teiah memukul hamba sebanyak dua puluhlima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohon keadilan dari Tuanku Baginda."
Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas berada di hadapan Baginda, dia ditanya.
"Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah memukuli penunggu pintu gerbangkota ini sebanyak dua puluh lima kali pukulan?"
Berkata Abu Nawas,"Ampun Tuanku, hamba melakukannya karena sudah
Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar lalu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluh
Sementara itu, si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan Harun Al Rasyid.
"Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang teiah memukul hamba sebanyak dua puluh
Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas berada di hadapan Baginda, dia ditanya.
"Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah memukuli penunggu pintu gerbang
Berkata Abu Nawas,"Ampun Tuanku, hamba melakukannya karena sudah
sepatutnya dia menerima pukulan itu."
"Apa maksudmu? Coba kau jelaskan sebab musababnya sehingga kau sanggup memukuli orang itu?" tanya Baginda.
"Tuanku, kata Abu Nawas."Hamba dan penunggu pintu gerbang ini telah mengadakan perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bahagian untuknya satu bahagian untuk saya. Nah! pagi tadi hamba menerima hadiah dua puluhlima kali pukulan, maka saya berikan pula hadiah dua puluh lima kali pukulan kepadanya."
"Apa maksudmu? Coba kau jelaskan sebab musababnya sehingga kau sanggup memukuli orang itu?" tanya Baginda.
"Tuanku, kata Abu Nawas."Hamba dan penunggu pintu gerbang ini telah mengadakan perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bahagian untuknya satu bahagian untuk saya. Nah! pagi tadi hamba menerima hadiah dua puluh
"Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kau telah mengadakan perjanjian seperti itu dengan Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Benar Tuanku," jawab penunggu pintu gerbang.
"Tapi, hamba tiada mengira jika Baginda memberikan hadiah pukulan."
"Ha hahahaha…. I Dasar tukang pemeras, sekarang kena atas batu kepala mu sendiri!" kata Baginda."Abu Nawas tiada bersalah, bahkan sekarang aku tahu bahwa penjaga pintu gerbang kota Baghdad adalah orang yang suka memeras ugut orang! Kalau kau tidak mergubah kelakuan burukmu itu, sungguh aku akan memecat dan menghukum kamu!"
"Ampun Tuanku," sahut penjaga pintu gerbang dengan gementar.
Abu Nawas berkata,
"Tuanku, hamba sudah penat dan letih, hamba sebenarnya sewdang mahu beristirehat, tiba-tiba telah diwajibkan hadir di tempat ini, padahal hamba tidak bersalah. Hamba mohon ganti rugi. Sebab ianya telah jatuh pada waktu istirehat hamba dan waktu istirehat hamba sudah pun hilang karena panggilan Tuanku. Padahal besok hamba harus mencari nafkah untuk keluarga hamba."
Baginda terdiam seketika berfikir, terkejut dengan apa yang diminta oleh Abu Nawas, namun tiba-tiba Baginda tertawa terbahak-bahak,
"Hahahaha...jangan kuatir Abu Nawas."
Baginda kemudian memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong Wang perak kepada Abu Nawas. Abu Nawas pun pulang dengan hati gembira.
Tetapi sesampai di rumahnya Abu Nawas masih bersikap aneh dan bahkan semakin sasau keadaannya seperti seorang yang betul-betul gila.
Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid mengadakan rapat dengan para menterinya.
"Apa pendapat kalian mengenai Abu Nawas yang hendak kuangkat sebagai
kadi?"
Wazir atau perdana menteri berkata,
Wazir atau perdana menteri berkata,
"Melihat keadaan Abu Nawas yang semakin parah otaknya maka sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain saja menjadi kadi."
Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama.
Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama.
"Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tak layak menjadi kadi."
"Baiklah, kita tunggu dulu sampai dua puluh satu hari, karena bapaknya baru saja mati. Jika tidak sembuh-sembuh juga bolehlah kita mencari kadi yang lain saja
Setelah lewat satu bulan Abu Nawas masih dianggap gila, maka Sultan Harun Al Rasyid mengangkat orang lain menjadi kadi atau penghulu kerajaanBaghdad .
Kononnya dalam seuatu pertemuan besar ada seseorang bernama Polan yang sejak berkehendakkan(mengimpikan) untuk menjadi Kadi, Dia mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda untuk menyetujui jika ia diangkat menjadi Kadi, maka tatkala dia mengajukan dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan mudah Baginda menyetujuinya.
Setelah lewat satu bulan Abu Nawas masih dianggap gila, maka Sultan Harun Al Rasyid mengangkat orang lain menjadi kadi atau penghulu kerajaan
Kononnya dalam seuatu pertemuan besar ada seseorang bernama Polan yang sejak berkehendakkan(mengimpikan) untuk menjadi Kadi, Dia mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda untuk menyetujui jika ia diangkat menjadi Kadi, maka tatkala dia mengajukan dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan mudah Baginda menyetujuinya.
Apabila mendengar Polan diangkat menjadi kadi maka Abu Nawas mengucapkan syukur kepada Tuhan.
"Alhamdulillah aku telah terlepas dari bala yang mengerikan. Tapi.,..sayang sekali kenapa harus Polan yang menjadi Kadi, kenapa tidak yang lain saja."
Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila?
Ceritanya begini:
Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak meninggal dunia dia telah dipanggii Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati
Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak meninggal dunia dia telah dipanggii Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati
bapaknya yang sudah lemah lunglai.
Berkata bapaknya,
Berkata bapaknya,
"Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku."
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. dla mencium telinga kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk.
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. dla mencium telinga kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk.
"Bagamaina anakku? Sudahkah kau cium?"
"Benar Bapak!"
"Ceritakankan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku int."
"Benar Bapak!"
"Ceritakankan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku int."
"Aduh bapak, sungguh menghairankan, telinga Bapak yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi... yang sebelah kiri, baunya amat busuk?"
"Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya terjadi begini?"
"Wahai bapakku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini."
Berkata Syeikh Maulana:
"Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka maka tak ku dengar pengaduannya. Inilah resiko menjadi Kadi (Penghulu). Jika kelak kau suka menjadi Kadi maka kau akan mengalami hai yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi Kadi maka
buatlah alasan yang masuk diakal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Sultan Harun Al Rasyid pastilah tetap memilihmu sebagai Kadi."
Nah, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk menghindarkan diri agar tidak diangkat menjadi kadi, seorang kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara.
Walaupun Abu Nawas tidak menjadi Kadi namun dia sering diajak berbincang dan diminta pendapat oleh sang Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan ia kerap kali dipaksa datang ke istana hanya sekadar untuk menjawab pertanyaan Baginda Raja bagi perkara-perkara yang aneh-aneh dan yang tidak masuk diakal.
Semoga dapat dijadikan iktibar
insyaAllah
By Perihatin
By Perihatin
No comments:
Post a Comment