Thursday, November 18, 2010

Kembali kepada fitrah

Salah satu ungkapan yang lazim diutarakan pada hari raya ‘ied l-fitr adalah semoga kembali kepada fitrah. Apakah fitrah itu?

Secara kebahasaan, fitrah berarti asal kejadian,  agama yang benar, atau kesucian. Dijelaskan dalam Quran (al-Rum/30: 30): “Fa aqim wajhaka li al-dîn hanîifa, fithratallâh –l latî fathar al-nâs ‘alaihâ, lâ tabdîla li khalqillâh, dzâlika al-dîn al-qayyim wa lâkinna aktasara al-nâs lâ ya’lamûn” (Hadapkanlah dirimu kepada agama yang lurus, kepada asal kejadian yang suci  yang telah ditetapkan Allah kepada manusia. Tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah, demikian itulah agama yang lurus, namun kebanyakan manusia tidak mengerti).

Dalam al-hadits dikatakan: “Kullu maulûd yûladu ala –l fithrah, fa innamâ abawâhu yuhawwidânihi, aw yumajjisânihi aw yunasshirânihi” (Anak yang terlahir seluruhnya dalam keadaan fitrah, yaitu membawa potensi untuk Islam dan berserah diri. Namun orang-orang tua merekalah yang menyebabkannya menjadi Yahudi, Majusi, atau Nasrani). Fitrah dalam pengertian ini adalah jangkar transendental yang menghubungkan dorongan alamiah manusia kepada Allah. Fitrah adalah hasil dari perjanjian primordial antara Tuhan dengan jiwa-jiwa anak cucu Adam saat dikeluarkan dari sulbi mereka, ketika Tuhan berkata: “alastu birabbikum” (Bukankah aku ini Tuhanmu?), mereka serempak menjawab: “balâ syahidnâ” (ya, kami bersaksi Engkau Tuhan kami) (al-A’râf/7: 172).

Fitrah manusia secara potensial adalah kecenderungannya yang tulus dan murni kepada kebenaran. Sementara secara aktual fitrah manusia berada di garis tengah antara iman dan kufur, patuh dan ingkar, serta takwa dan lacur. Sebab manusia adalah yang diberi akal sekaligus nafsu. Quran (QS. Al-Syams/91: 8-10) menegaskan: “Fa’alhamahâ fujûraha wa taqwâha. Qad Aflaha man zakkâha wa qad khâba man dassâha” (Allah telah memberi pribadi manusia kecenderungan lacur dan takwa. Maka beruntunglah yang menyucikannya dan merugilah yang menodainya).

Kembali kepada fitrah adalah kembali menemukan keseimbangan untuk mengelola totalitas anugerah yang diberikan Allah: menyeimbangkan orientasi jasmani dan ruhani, tubuh dan jiwa, akal dan nafsu, dan akhirnya keseimbangan antara orientasi duniawi dan ukhrawi. Prinsip-prinsip ini diringkas dalam istilah tawassuth (sikap tengah), tawâzun (keseimbangan dan keselarasan), i’tidâl (teguh dan tidak berat sebelah), dan iqtishâd (bertindak sewajarnya dan  tidak berlebihan).

Ali Masykur Musa
Intelektual Muda

No comments:

CROWN D'RAJA PERTUBUHAN MQTK QuranSunnahIslam..

........free counters ..............................................................................“and I have come to you with a SIGN FROM YOUR LORD, so fear Allah and OBEY ME! Truly Allah is my Lord and your Lord. Therefore submit to HIM! This is A STRAIGHT PATH" (maryam 19:36)