Friday, November 19, 2010

PENTINGNYA SANAD KEILMUAN



         Terkadang seseorang merindukan kenangan masa kecil atau masa mudanya, ada yang merindukan kotanya meskipun kota itu baik atau buruk, ada yang merindukan kekasihnya, tetapi ada juga yang merindukan majelis yang dulu membuatnya nyaman, karena dihadiri oleh para ulama besar, ia memandang mereka sebagai salah satu pembawa cahaya, hidayah dan suri tauladan.

         Ada sebagian lagi merindukan mereka, tetapi terhalang oleh kesibukan, disaat mengalami kegentingan ia kembalikan urusannya kepada mereka untuk memohon do'a mereka, maka berkat mereka segala urusannya terselesaikan. Ada juga yang memiliki hubungan dengan mereka, hingga berkat banyaknya mengunjungi mereka ia mendapat kebahagiaan dan nikmatnya keimanan yang ia rasa di majelis itu.

         Ada sebagian yang memandang bahwa kehidupan terindah hanyalah sewaktu berada di dekat mereka, mereka menganggap para ulama sebagai kalangan yang mengerti makna kehidupan, bahkan mereka mengatakan: "Seorang ulama ibaratnya mengalami dua kelahiran, pertama saat ia dilahirkan oleh ibunya dan yang kedua saat ia mengalami pencerahan dalam pikiran dan makrifatnya, jalan ini hanya diperoleh hanya melalui ilmu, ilmu didapat bila seseorang menyerahkan dirinya kepada seorang syeikh yang dekat dengan Allah SWT. Ada juga yang mengibaratkan seorang dari mereka ibarat telur yang berisikan seekor burung, bila dikatakan kepada burung itu: 'Apabila engkau keluar dari cangkang ini pasti engkau akan melihat sebuah alam yang lebih luas dari cangkang telur ini."
[pisah]

        Hal semacam ini sulit dipercaya bagi orang yang tidak mengerti, sama halnya seorang bayi yang ada dalam kandungan ibu bila dikatakan padanya: "Kalau engkau keluar dari perut ibu pasti engkau bisa melihat alam yang lebih luas dari perut ibu dan bakal melihat berbagai hal lainnya." Ucapan ini tidak dapat ia pahami lantaran otaknya masih belum terbuka, tetapi bila seseorang berserah diri kepada seorang guru dan membuka wacana pikirannya pada ajaran gurunya pasti pemahamannya semakin luas dan akan memahami makna kehidupan.

        Jadi bukan setiap orang yang berilmu memahami makna kehidupan ini, karena ilmu ibarat kendaraan yang mengantarnya pada kesadaran, jadi bila ia bekukan ilmunya pasti ia tidak bakal memahami apapun. Terkadang seseorang memahami kekurangannya, tetapi masih belum sampai dalam kesadarannya, hingga sulit baginya untuk merubah keadaan dirinya. Karena itu hendaknya kita mendekatkan diri kepada para ulama jangan sampai kita mengingat mereka disaat kita mengalami kesusahan yang pelik baru kita tanyakan keberadaan mereka, baik itu untuk kita tanyai suatu masalah atau kita memohon doa mereka.
kuliah ngan h. omar

        Asy-Syeikh Muhammad bin Awadl Bafadhl menceritakan: "Suatu kali aku bersama al-Habib Ahmad bin Hasan al-Attas mendatangi daerah Wadi Amd tepatnya disebuah desa pelosok, penduduknya memegang teguh adat istiadat Islami. Suatu kali ada seorang yang terjerat kesibukan pekerjaan mendatanginya untuk membicarakan suatu permasalahan, padahal lelaki ini sebelumnya tidak pernah datang kepada beliau baik untuk menghadiri majelisnya, tetapi kelihatannya masalah ini pelik sekali baginya, karena itu ia mendatangi beliau untuk mencari solusi masalahnya.

        Ia mengadu kepada beliau: "Wahai Habib Ahmad, aku punya satu masalah yang sulit aku pecahkan." Beliau bertanya: "Apa masalahmu wahai anakku?" Ia menjawab: "Wahai Habib, aku membeli sepetak tanah setiap kali aku hendak dirikan bangunan di atasnya pasti bangunan itu roboh dengan sendirinya, bahkan setiap tembok yang akan dibangun belum tahap penyelesaian sudah roboh terlebih dahulu, dan menurutku tidak ada yang bisa memecahkannya kecuali engkau." "Beliau menjawab: "Insya Allah besok engkau akan mendapatkan jawabannya."

        Keesokan harinya beliau memintanya untuk mengantarkan ke tanahnya itu untuk menengoknya, orang ini sadar kalau mata beliau tidak dapat melihat, tetapi yang penting dalam benaknya bagaimana masalahnya selesai, ia mengantar beliau ke tanah itu lalu beliau bertanya: "Besok datanglah kepadaku, maka nanti aku beritahukan permasalahannya."

        Hari berikutnya ia datang kepadanya. Setelah berada di hadapannya, lalu beliau berkata: "Apakah engkau pernah mengeluhkan masalahmu kepada orang lain?" Ia menjawab: "Sebenarnya telah aku tanyakan kepada para ulama, namun tidak ada satupun yang bisa menjawab, aku minta tolong pihak pemerintah maupun aparat kepolisian, tetapi tidak bisa menyelesaikannya." Setelah mendengar ini beliau berkata: "Sebenarnya di tanahmu itu terkubur jasad seorang wali yang besar, karena itu tiap kali engkau hendak mendirikan bangunan di atasnya pasti roboh."
makam habib abdul rahman al attos, huraidah

        Mereka para ulama yang ditangisi dan dirindukan oleh al-Imam al-Haddad, karena mereka bukan hanya menyimpan ilmu, tetapi juga mengamalkannya, hingga terbukalah pintu kedekatan dengan Allah SWT. Kalau ilmu saja yang diandalkan tanpa direnungi atau diamalkan niscaya ilmu itu tidak bermanfaat, bahkan orang itu tidak pantas disebut orang alim. Dalam sebuah hadis diterangkan: "Ketika Allah menciptakan akal, maka Allah SWT berkata: 'Kemarilah.' Maka akal itu datang menuju kepada-Nya, dan Allah SWT pun berkata kepadanya: 'Pergilah.' Maka sang akal pergi."

        Hal ini menerangkan saat akal menuju Allah SWT ia diberi pengetahuan, dan saat ia pergi ia diajarkan cara mengamalkannya. Ilmu merupakan cahaya, suatu kali al-Imam asy-Syafi'i mengeluh kepada gurunya tentang hafalannya yang buruk. Lalu gurunya mewasiatkan agar ia menjauhi kemaksiatan. Maka nasehat sang guru inipun selalu ia ucapkan, sebagaimana yang tertulis dalam kumpulan syairnya: "Aku mengeluh kepada waki' tentang buruknya hafalanku. Beliau mewasiatiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya. Sedangkan cahaya Allah tidak bakal diberikan kepada orang yang bermaksiat."

        Mereka yang hatinya penuh dengan cahaya ilmu pantas untuk ditangisi oleh para auliya' dan shalihin. Mereka teringat masa lalu bersama mereka, karena jiwa-jiwa mereka sama. Jadi apabila seseorang tidak menemukan kalangan yang sepadan dengannya niscaya ia merasa asing dan sedih.

        Mereka menimba ilmu secara bersambung dari seorang guru kepada seorang guru yang lain dan terus demikian hingga Nabi Muhammad SAW, karena itulah pendidikan mereka begitu murni dan baik, berbeda dengan keadaan para pengajar sekarang yang mereka sendiri kehilangan budi pekerti baik dalam perbuatan maupun tutur katanya, kalau sudah demikian mana mungkin ia bisa memberikan pendidikan yang baik kepada muridnya, bukan itu saja seorang murid membawa kata-kata yang buruk lantaran meniru gurunya.

        Mari kita kembali kepada ajaran yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam tingkah lakunya tidak pernah terlihat kesalahan atau perbuatan yang tercela, justru tingkah lakunya merupakan suri tauladan yang sempurna bagi yang lain. Karena itu seorang penyair berkata: "Apabila seorang guru salah dalam melihat, niscaya timbul dari didikannya orang-orang yang matanya kabur. Apabila nasehat datangnya dari hawa nafsu dan dari kebanggaan diri maka namailah ia kesesatan. Apabila banyak orang yang terkena sifat tabi'at mereka, maka adakanlah duka cita dan tangisan yang keras."

        Hasilnya nampak dalam keseharian banyak orang yang mengandalkan egonya hingga terasa berat baginya untuk mengucapkan salam, apalagi menyebarkan senyum yang ramah padahal ini merupakan akhlak Islam, jadi pendidikan sangatlah besar pengaruhnya di hati seseorang, seorang anak akan mengikuti perilaku orangtuanya, bila pendidikannya salah kelak di kemudian hari ia akan menjadi pribadi yang buruk.  

        Suatu kali al-Imam al-Habib Abdullah bin Alwi al-Hadad mendengar cerita tentang sebagian orang yang bersikap lancang dalam majelis, beliau berkata: "Ini lantaran ia tidak mendapat pendidikan yang benar, kalau ia tidak mendapat pendidikan yang benar mana mungkin ia bisa mendidik anaknya?".


        Dikisahkan suatu kali al-Habib Ahmad al-Attas datang ke kota Syibam, beliau masuk ke masjid untuk melakukan sholat berjama'ah, tetapi sudah ketinggalan beberapa raka'at hingga ia menjadi makmum masbuk, sudah menjadi kebiasaannya, yaitu agak cepat dalam shalatnya, namun ia melaksanakan seluruh rukunnya secara sempurna.
        Salah seorang makmum yang belum mengenalnya, melihat shalatnya seakan-akan tergesa itu ia merasa kurang mantap dengan shalat yang telah ia lakukan, karena itu ia menunggunya sampai selesai shalat untuk menegurnya, setelah salam dari shalat, orang itu langsung menghardiknya: "Shalat macam apa ini, engkau kira saat ini dirimu berhadapan dengan siapa dalam shalatmu dan engkau lakukan untuk siapa?" Mendengar hal ini ia langsung menjawab: "Semoga Allah memberimu balasan yang baik, engkau telah menunjukkan kepadaku sesuatu yang tidak pernah aku sadari sebelumnya, mungkin engkau melihat kesalahan dalam ruku' atau sujudku, jadi sekarang aku akan ulangi shalatku di hadapanmu dan tolong engkau betulkan kalau ada yang salah dalam rukunnya atau bacaannya." Orang itu berkata: "Kalau begitu itu lebih baik." Orang ini punya niat yang baik dan ia bangga lantaran merasa telah mengajarinya.
jalsah bersama h. attos
        Akhirnya ia mengulangi shalatnya dengan suara yang keras, membaca fatihah, surat pendek, lalu ruku' dan i'tidal dengan sempurna, serta membaca do'a yang telah diajarkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dalam sujudnya, dan semuanya dibaca dengan suara jelas. Orang-orang yang lewat keheranan dengan shalat itu dan mereka tidak paham dengan shalat ini. Setelah salam orang itu berkata kepadanya: "Ini shalat yang sempurna bahkan lebih baik dari shalatku, apalagi do'anya lebih banyak dan aku sendiri tidak hafal." Lalu beliau berkata: "Sekali lagi saya mohon maaf dan terimakasih, karena engkau telah menunjukkan kepadaku perbuatan yang baik, aku sendiri juga ragu mungkin masih ada kesalahan dalam shalatku."
        Lalu orang itu keluar dari masjid lalu ada beberapa orang yang menanyainya: "Apa yang telah engkau katakan kepada al-Habib Ahmad?" Ia heran dan bertanya: "al-Habib Ahmad siapa?", Mereka berkata: "al-Habib Ahmad bin Hasan al-Attas." Mendengar hal ini, orang itu langsung gemetar: "Inna Lillahi wa innaa ilaihi raaji'un. Aku tidak tahu kalau beliau adalah al-Habib Ahmad bin Hasan."
        Dia langsung berlari menuju al-Habib Ahmad bin Hasan, disertai tangisan yang tersedu-sedu, ia berkata: "Tidak usah engkau menangis, karena engkau telah menunjukkan kebaikan untukku. Engkau sama sekali tidak mencelaku dan engkau hanya mengajarkan shalat kepadaku, karena itu semoga Allah SWT memberimu limpahan balasan kebaikan.". Lihatlah, bagaimana kesabaran dan prasangka baik mereka ini. Hal ini merupakan budi pekerti yang mulia. Merekalah bejana-bejana ilmu. Hati-hati mereka memancarkan cahaya ilmu yang akhirnya menghasilkan budi pekerti yang luhur.            


*)sumber : al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf (Untaian Mutiara Hikmah - Lentera Qalbu) 

No comments:

CROWN D'RAJA PERTUBUHAN MQTK QuranSunnahIslam..

........free counters ..............................................................................“and I have come to you with a SIGN FROM YOUR LORD, so fear Allah and OBEY ME! Truly Allah is my Lord and your Lord. Therefore submit to HIM! This is A STRAIGHT PATH" (maryam 19:36)